Zaman dahulu di suatu
desa ada sepasang suami istri yang hidup bahagia mereka saling mencintai satu
dengan yang lainnya. Sang suami bernama Syeikh abdul aziz dan istri Den Ayu
Roro Kuning, istrinya adalah murid dari Sunan Muria, yang mempunyai paras cantik
sempurna bagai bidadari dari khayangan. Sementara itu suaminya adalah pria dari
negeri timur yang ditugaskan oleh ayahnya untuk menyebarkan agama Islam di
Jawa.
Selain bersyiar agama
Syeikh Abdul Aziz dalam kesehariannya bekerja di ladang. Setiap kali ke ladang
belum usai pekerjaannya dia selalu pulang, ini dilakukan sekedar untuk melihat
istrinya yang cantik dan yang teramat sangat dia cintai, seakan dia tak mau
sedetikpun terlewatkan untuk tidak melihat paras sang istri tercinta. Hal ini
berulang-ulang dilakukan Syeikh Abdul Aziz, sehingga timbul ide dari istrinya,
kalau hal tersebut dibiarkan terus maka pekerjaan di ladang akan terbengkalai.
Akhirnya disuruhlah sang suami menggambar paras cantiknya untuk dibawa setiap
kali ke ladang. Karena cintanya sang suamipun menyetujui ide dari sang istri.
Setelah lukisan jadi, Syeikh Abdul Aziz selalu membawanya, sehingga tidak perlu
pulang sebelum semua pekerjaannya selesai. Suatu pagi yang cerah Syeikh Abdul
Aziz melakukan kegiatan seperti biasa yaitu pergi ke ladang dan tak lupa dia
membawa lukisan sang istri tercinta. Sesampainya di ladang diletakkanlah
lukisan sang istri di atas keranjang yang biasa Syeikh Abdul Aziz bawa. Tanpa
firasat apapun tiba-tiba angin datang dengan teramat kencangnya, sehingga mengakibatkan
lukisan sang istri Syeikh Abdul Aziz terbang jauh yang akhirnya jatuh di depan
halaman kerajaan yang rajanya bernama Joko Wongso.
Lukisan itupun sampai
ke tangan sang raja. Betapa kagetnya sang raja setelah melihat lukisan tersebut
begitu cantik dan mempesonanya wanita yang ada dalam lukisan ini. Kemudian
tanpa pikir panjang raja Joko Wongso memerintahkan prajuritnya prajuritnya
untuk mencari wanita yang ada dalam lukisan. Setelah dicari akhirnya ketemu dan
dibawalah istri Syeikh Abdul Aziz ini ke kerajaannya Joko Wongso. Sesampainya
di kerajaan tersebut Den Ayu Roro Kuning selalu sedih, murung,dan gelisah
memikirkan suaminya yang pasti akan mencari dirinya. Benar saja saat ingin
membawa lukisan istrinya, Syeikh Abdul Aziz mencari-cari lukisan tersebut,
karena tidak ketemu suami Den Ayu Roro Kuning ini memutuskan untuk pulang ke
rumah dan betapa terkejutnya dia mendapati istrinya tidak ada di rumah. Suatu
ketika dia mendengar kabar kalau istrinya dibawa oleh Raja Joko Wongso untuk
dijadikan sebagai permaisurinya. Mendengar ini Syeikh Abdul Aziz kemudian pergi
ke kerajaan Joko Wongso dengan cara mengamen/bermain kentrung. Sesampainya di
halaman kerajaan, suami Den Ayu Roro Kuning ini menyanyi sambil memainkan
kentrungnya. Dari dalam kabupaten sayup-sayup suara lagu dan musik inipun
terdengar sampai ke telinga Den Ayu Roro Kuning. Setelah jelas terdengar dia
tak ragu lagi bahwa itu adalah suara dari suaminya tercinta. Maka dia menyuruh
abdinya untuk memanggil pengamen tersebut yaitu Syeikh Abdul Aziz tercinta.
Pertemuan ini pun menggembirakan bagi keduanya, sehingga mereka sepakat menyusun rencana, bagaimana cara agar Den Ayu Roro Kuning tidak bisa dijadikan istri Joko Wongso. Rencana dirancang yakni, Den Ayu Roro Kuning mengajukan syarat pada sang Raja. Den Ayu Roro Kuning menghadap sang raja, istri Syeikh Abdil Aziz ini berkata “Baginda hamba siap dijadikan permaisuri tapi dengan syarat, carikan kerang (kijing) yang menari dan raja harus berpakaian ala nelayan lengkap dengan kepisnya”. Karena hasrat untuk memperistri Den Ayu Roro Kuning yang sangat kuat maka Joko Wongso setuju tanpa rasa curiga sedikitpun atas syarat yang diajukan oleh istri Syeikh Abdul aziz ini. Berangkatlah sang Raja ke laut dengan harapan dapat memiliki Den Ayu Roro Kuning dengan meninggalkan pakaian kerajaannya.
Sementara itu dalam
kerajaannya, pasangan suami istri ini melaksanakan strategi yang sudah diatur.
Syeikh Abdul Aziz berganti pakaian memakai baju kerajaan raja Joko Wongso dan
berpura-pura jadi raja Joko Wongso. Kemudian dia memerintahkan pada prajurit
dan rakyat kerajaan Joko Wongso untuk menyisir pantai karena ada mata-mata yang
akan menghancurkan kerajaan. Mata-mata tersebut berpakaian nelayan lengkap
dengan kepis nya. Dalam perintahnya itu ada sebagian rakyatnya yang ragu (tidak
percaya) tapi karena yang memerintahkan raja maka mereka berangkat untuk
mencari mata-mata yang sebenarnya adalah rajanya sendiri.
Pencarian membuahkan
hasil, tanpa ditanya dulu prajurit dan rakyat ini mengeroyok sang nelayan.
Dalam keadaan ini nelayan bilang Teluk,Teluk, (Takluk) tapi prajurit dan rakyat
tidak mau tahu, sehingga membuat sang nelayan mati, sebelumnya ajalnya tiba
sang nelayan sempat bicara ”AKU RAJAMU, AKU SUDAH BILANG TELUK, TELUK TAPI
KALIAN TETAP NGAWUR”. Ucapan inilah yang sekarang dijadikan nama tempat dimana
Raja Joko Wongso dulunya didholimi dan di aniaya yaitu ”TELUKAWUR” Jasad JOKO
WONGSO dimakamkan berdekatan dengan makam dan DEN AYU RORO KUNING. Makam
tersebut ada di desa Telukawur, sedangkan Syeikh Abdul Azis dimakamkan di Desa
Jondang yang kemudian Syeikh Abdul Azis dikenal dengan sebutan nama “SYEIKH
JONDANG”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar