Minggu, 14 Februari 2016

Trip To Ungaran Part Two

Jika pergantian tahun identik dengan kembang api atau petasan maka tidak dengan kami. Kami ber 6, saya, mas puji, mas doni, mas doni lagi, mas firman dan mas komeng, mereka sosok baru dalam hidup saya, teman-teman yang sangat menyenangkan menghabiskan sisa tahun 2015 dengan melakukan pendakian ke Gunung Ungaran yang terletak di kabupaten Semarang.

Ini kedua kalinya saya kembali ke Ungaran setelah vakum selama satu tahun lebih lamanya. Kami berangkat sekitar pukul 01:00 siang dari Jepara dengan bersepeda motor dan sampai di lokasi sekitar pukul 05:00 sore. Perjalan yang cukup lama dikarenakan kami sempat berhenti untuk membeli perbekalan di pasar di sekitar perkampungan lereng ungaran.



kami memilih mendaki untuk mencari suasana baru karena suasan kota sudah cukup sesak degan perayaan-perayaan yang cenderung konsumtif dan buang-buang uang. Setidaknya gunung sedikit memberi kami  ketenangan awalnya, namun betapa herannya kami ternyata gunung pun tak kalah ramai dan riuh dari perkotaan. Lokasi Base camp Mawar tempat kami turun penuh dan sesak. Parkir kendaraan penuh, ruang terbuka pun tak kalah penuh di tutupi tenda.

kami menunggu cukup lama setelah akhirnya personil terkumpul penuh dan kami pun memulai pendakian. Sekitar tengah malam kami sudah hampir menuju puncak, tapi kami urung melanjutkan perjalanan naik karena di antara kami saja banyak tempat yang sudah penuh dengan tenda apalagi jika di puncak, kami khawatir jika tidak tersisa ruang bagi kami, maka kami memutuskan untuk mencari tempat medirikan tenda terlebih dahulu.







Subuh kami serempak bangun dan satu persatu keluar dari tenda. Memandang langit subuh dengan segelas kopi dan susu hangat, saling bergurau dan tertawa lepas, dan kami mulai membahas apakah bahagia itu sungguh sederhana ?

Matahari mulai merangkak naik, tapi kami urung melanjutkan hingga ke puncak. Entah karena kami sudah menemukan kebahagiaan atau karena kami sudah mampu memahami proses. Sebelum semakin terik kami mulai membereskan tenda dan bergegas turun dengan membawa canda tawa dan tentu saja tak lupa membawa turun sampah kita juga.

Dengan semangat kami pulang dan memulai tahun 2016 dengan lebih positif dan semoga kami pun semakin menjadi pribadi yangn lebih baik lagi.











Selasa, 08 Desember 2015

Dia..


Dia tegah berdiri di samping sebuah halte kumuh. Saat itu cuaca sedang mendung. Perlahan tangannya menengadah, menakar pada langit akan selebat apa hujan yang akan turun. Dia berharap cemas, semoga mendung itu berarak menjauh meninggalkan tempatnya saat ini. Jangan saat ini, pikirnya.
Angin kian berhembus, kesejukan yang terasa menusuk bagi tubuh mungilnya. dia terdiam. wajahnya menunduk pucat. air mata itu perlahan jatuh membasahi pipinya. Air mata yang disertai turunnya rintik-rintik hujan.
Ia mulai mendekap dirinya sendiri, “ ini dingin sekali”, katanya.
"ini badai, aku ingin segera pulang. aku ingin terbaring di ranjangku yang hangat", katanya pada dirinya sendiri seraya masih menitihkan air mata.
Dia makin merapatkan kedua lengannya. tubuhnya mulai menggigil menahan hawa dingin yang menusuk dari segala arah. Itu hanya rerintik, tapi masih saja dia merasa bahwa itu badai.
dia duduk mendekap diri di sudut halte, menunggu langkah kakinya memulai arah, namun tak juga dia beranjak dari tempat duduknya. Masih saja ada yang mengganggu pikirannya, Pulang ke mana aku hari ini ?...

Selasa, 10 November 2015

Air Terjun Sumenep Batealit Jepara


Sebenarnya ini sudah lama berlalu, tapi berhubung saya ingat maka saya akan sedikit bercerita. Awalnya lewat ajakan seorang teman, dia bilang dia ingin melihat air terjun. Karena tanpa pemahaman sebelumnya tentang tempat dan lokasi, saya pun asal-asalan mempersiapkan diri. Pikir saya, itu air terjun wisata yang tidak memerlukan jarak tempuh yang terlalu jauh, tapi ternyata saya salah perhitungan.

Sekedar tips dari seorang amatir, hehehe.. jika anda hendak menuju ke sebuah lokasi akan lebih baik untuk terlebih dahulu mencari tahu kondisi atau keadaan daerah yang akan kita tuju. Kan jaman sekarang serba mudah. Terlebih-lebih dengan mudahnya kita bisa mengakses google dan bertanya tentang banyak hal dan informasi.

Air terjun ini terletak di Jepara, di daerah yang bernama Batealit. Sebelum menuju arah air terjun terlebih dahulu kita harus melewati kawasan hutan pinus. Untuk menuju air terjun kita harus terlebih dahulu trekking masuk ke hutan dengan jarak tempuh yang cukup jauh, entah berapa kilometer saya lupa karena jarak itu cukup membuat saya kewalahan. Belum lagi medan yang harus kita lewati tidaklah mudah, beberapa tempat memiliki tanjakan yang cukup miring dengan kondisi tanah yang licin (karena kebetulan saat itu baru saja turun hujan). Jika teman-teman berminat, untuk lebih jelasnya coba cari tahu info lebih lengkapnya di google, siapa tahu sudah ada banyak informasi tentang tempat ini.

Saat itu hari Jumat, tanggal 27 Maret 2015. Kami berjumlah 7 orang.


Memulai perjalanan...
Wajah-wajah yang sangat bersemangat sekali nampaknya...



















Sampailah di Pinus...

























Lanjut tracking masuk Hutan...

























Momen pas istirahat sesampainya di air terjun yang pertama...

























Ini air terjun pertamanya, abaikan orangnya .

























Air terjun ke 2...
lagi-lagi abaikan orang-orangnya ya...
















dan yang terakhir, air terjun ke 3...

























Demikian akhir perjalanan kami. mungkin air terjun yang terlihat tidak seperti air terjun yang biasa kita jumpai di iklan-iklan pariwisata. tingginya memang tidak seberapa, tapi bagi saya sesuatu yang menjadi bagian dari alam tetaplah indah, itu murni ciptaan yang maha kuasa. sesekali datang ke tempat seperti ini untuk sejenak melepas penat tidaklah masalah. toh memang begitulah sejatinya alam, akan selalu menjadi penenang dan tempat manusia untuk kembali.

Jumat, 06 November 2015

Cerita Cinta


Pagi ini aku bertemu lagi dengannya. Rasa penasaran membuatku diam-diam memperhatikan setiap tingkah lakunya. Tak ada yang aneh, pikirku. Yang jelas dia memang tidak banyak tersenyum meski aku mengucapkan kata terima kasih. Tapi ibuku pernah bercerita jika dia mengalami semacam depresi. Depresi karena cinta. Ah.. malang nian nasib pria itu.

Ceritanya berawal ketika dia sangat mencintai seorang gadis. Dia sangat bersungguh-sungguh kala itu. Tapi entah takdir  macam apa yang akhirnya membuat sang gadis pergi meninggalkan pria malang itu demi pria lain yang kemudian menikahinya. Tinggalah pria itu kini sendiri. Menyendiri entah sampai kapan.

Berbagai macam cara pernah ibunya lakukan. Mulai dari pengobatan, berbagai motivasi dan segala macam metode namun pria yang terlanjur terluka itu tetap bungkam. Ibunya sempat khawatir jika anaknya tak bisa jatuh cinta lagi pada wanita karena dia menjadi sangat tertutup dan diam, bahkan wanita secantik apapun kini tak lagi di liriknnya. Ibuku bilang dia menjadi takut terhadap wanita, oleh sebab itu sekadar menatap saja dia tak berani. Ketakutan semakin menjadi mengingat usia orang tuanya yang semakin lama semakin bertambah tua. Akan hidup dengan siapa nanti anaknya. Kudengar dari ibuku jika dia anak laki-laki satu-satunya.

Sejenak kupandangi wajahnya, lalu postur tubuhnya. kulihat setidaknya wajahnya lebih baik dari wajah bapak ku (kalau saja bapak ku lebih mau merawat diri), kulitnya bersih agak putih, dengan tinggi badan yang menurutku ideal bagi seorang pria, hanya saja mungkin dia perlu sedikit mengurangi porsi makannya. Dia memang lebih banyak diam, seakan aku harus memakai isyarat jika ingin bertanya banyak hal.

Pagi ini dia yang menjaga warung sembako sederhana di  pinggir jalan milik orang tuanya. Biasanya kedua orang tuanya yang ada di sana, mungkin mereka menerapkan dua sift karena biasanya mereka buka hingga malam hari dan kebetulan mungkin ini jatah sift paginya (ayolah.. aku hanya meduga-duga, bisa saja ibunya sedang menyiapkan sarapan dan ayahnya membaca koran). Dari dalam warung terdengar alunan musik dangdut yang sedikit sendu, entah siapa yang menyanyikannya.

Usianya mungkin sekitar 27 tahun, entah lebih. Jika umumnya pria 27 tahun sedang menggebu –nggebu ingin segera meminang gadis pujaannya, agak berbeda dengan dia. Kulihat dia menikmati profesinya menjaga warung sederhana itu. Setiap pagi sibuk menjaga warung di temani alunan dangdut dari radio sederhana, tak peduli meski orang disekitarnya berbicara ngalur ngidul tentang kisah hidupnya.

Jadi seperti itulah cinta. Orang tuaku selalu bilang cinta itu pakai hati tapi juga pakai akal. Biarkan mereka bersinergi. Akal bertugas menjaga, maka berpikir dalam cinta itu wajib. Apakah aku mampu berkata demikian karena kebetulan sekarang aku memang masih sendiri. Bukankah cinta seringkali membuat kita lupa. Seperti pria itu, hanya karena cintanya pada seorang gadis yang akhirnya di hianati yang akhirnya merubah seluruh pondasi hidupnya. Itulah sebabnya, akal membuat kita selalu sadar jika manusia memiliki penciptanya. Apapun segala macam cobaan, manusia hanya harus menjalani dan menyerahkan semuanya kembali pada Allah.

Akhir cerita, besar harapanku jika kelak pria baik itu kembali menjadi dirinya yang dulu sebelum dia mengenal gadis bodoh yang meninggalkannya demi pria lain itu. Entah di usianya yang keberapa pun aku harap dia akan menikah dengan wanita yang lebih baik, memiliki keturunan dan bisa menjalani hidup ini dengan lebih bijak lagi.

Kamis, 05 November 2015

Yuuk cari tahu apa aja sih yang menarik dari desa Telukawur.

Telukawur tentulah sebuah nama desa yang tak asing bagi saya, tapi bagi kalian yang belum pernah mendengar nama tempat ini, yuukk....... segera cari tahu apa sih yang menarik dari desa ini J



Sedikit bocoran, kebetulan saya lahir, tinggal dan besar di desa ini. Daerah pesisir pantai yang luasnya bisa dibilang tidak seberapa tapi menyimpan sisi eksotisme luar biasa. Hehehe..



Desa Telukawur dibagi dua, yakni perkampungan untuk masyarakat, dan sebagian lagi kawasan milik UNDIP, daerah yang dimanfaatkan sebagai aktifitas mahasiswa kelautan untuk melakukan kegiatan praktikum (tapi hanya untuk mahasiswa  semester tertentu ya..) dan konservasi penanaman mangrove. Tapi tenang, pihak UNDIP dan masyarakat saling bersinergi kok, dan sampai sekarang adem ayem ajah tuh hidup berdampingan asalkan masing-masing punya kesadaran untuk saling menjaga lingkungan. Kebetulan kawasan UNDIP lain dulu lain sekarang. Kalau dulu areanya dibiarkan terbuka sehingga penduduk bebas melakukan kegiatan, boleh masuk ke hutan tanam sana tanam sini, boleh angon sana angon sini, tapi itu dulu.. sekarang UNDIP punya kebijakan untuk lebih mengutamakan keasrian lingkungannya, jadi nggak bebas lagi ya gaes buat blusuk sana blusuk sini, apalagi yang nyari semak-semak buat pacaran, itu mah kuno sekarang nggak ada yang begitu-begituan, kalaupun ada itu namanya Nekat dan nggak tahu adat istiadat. 

Tapi jangan kecewa dulu, kan saya mau kasih apa sih yang menarik dari tempat ini, ya nggak ya nggak... 

Okeh.. dimulai dari lokasinya ya gaes...
Buat kalian para anak kota yang nun jauh dari sana dan tiba-tiba terdampar di Jepara nggak ada salahnya mampir bentar ke pantai ini, yakin deh nggak bakalan nyesel asal kalian senengLokasinya deket kok dari Jepara kota. Cuma butuh 4 km perjalanan (kalau saya nggak salah hitung yak), mau pake becak boleh, angkot juga boleh (yang jurusan semat ya), jalan kaki boleh banget, atau pakai kendaraan pribadi malah lebih bagus (biar gampang, hehe). Tenang aja, masuknya tanpa dipungut biaya kok, parkirnya juga gratis asal nggak diparkir sembarangan entar diomelin tetangga. Pasti bertanya-tanya kan, kok bisa hari gini gratis ? (yah.. itupun pertanyaan yang muncul dibenak saya gaes -_-).  Kecuali jika hari-hari tertentu, misal selama libur panjang lebaran, di desa kami ada namanya tradisi pesta lomban. Dikarenakan padatnya acara yang disusun (biasanya menghadirkan grub musik lokal, entah apa namanya yang jelas saya nggak pernah suka, maaf) dan membludaknya pengunjung maka ditarik biaya masuk dan parkir, tapi nggak mahal kok, masih bisa dilogika lah .

Nah.. kembali ke pokok permasalahan, kenapa bisa digratiskan ?, Memang digratiskan dikarenakan wisatanya belum terkelola seperti pantai-pantai lain di Jepara, tapi tenang aja buat yang pengen berlibur atau sekadar lihat ombak ini tempat udah menyediakan banyak fasilitas kok gaes, gak kalah sama pantai-pantai sebelah.

Mau penginapan ? ada...

Mau restoran ? ada...

Mau warung biasa-biasa aja tapi sensasi kebersamannya luar biasa ? juga ada kok...

Dimulai dari penginapan, kebetulan baru ada 4 yang sudah eksis.

1. Bayfront Villa Jepara















2. Ocean View Residence Jepara














3. Jepara Beach Hotel














4. Joglo Putu Inten Resort

















Untuk keterangan lebih lanjut buka sendiri ya website masing-masing penginapannya.

Lau kita ada restoran gaes..

1. Jepara Marina
















2. Yam-yam Resto














3. Yu Inten














Yang cuma sekadar ingin lihat pantai kebetulan ada berjejer warung-warung yang menyediakan tempat bilas dan juga properti berenang buah hati anda (walau sekadar Ban lampung).

Buat anak muda yang suka ngopi-ngopi cantik, ada loh satu  lokasi teduh yang biasanya ramai oleh para remaja dan dewasa, mereka menyebutnya Cafe Unik. Ini bukan cafe kayak di kota-kota itu, disebutnya cafe karena mungkin kebanyakan yang nongkrong-nongkrong cantik memang anak muda, dan karena uniknya itu maka jadilah dia Cafe Unik. Pengen buktiin sensasi nongkrong ditemani hembusan angin laut ? mampir aja gaes, biar nggak penasaran, dan jangan kecewa kalo ini bukan beneran cafe, diatas udah tak jelasin ya .. 

Belum lagi kawasan mangrovenya, buat yang hobi cekrak cekrik, jeprat jepret boleh tuh di eksplore tempatnya. Tapi musti ijin security dulu ya gaes soalnya kawasannya ada didalam UNDIP, dibalik sepanjang tembok menutup yang berderet tinggi.

Dan lagi, Mau menikmati sunset ? boleh banget tuh....




Dijamin sunsetnya bikin hati kamu bakalan melting (tergantung cuaca juga), nggak kalah dramatisnya sama adegan drama korea. Lipatan senjanya juga bakalan bikin perasaan kamu jadi romantis. To twit to twit gitu ... 

Hmmm.. apalagi ya yang menarik ? duuuuh.. saking banyaknya ribet kalau dijelasin satu-persatu. Mendingan kakak-kakak cantik dan rupawan serta bapak ibu adek sekeluarga yang unyu-unyu dan murah senyum datanng sendiri aja deh. Pokonya sampai lokasi, setres bakal hilang, pulang pun membawa kenang-kenangan (harus kenangan yang manis ya..).

Dan ingat, tetap menjaga lingkugan ya.. dimanapun kalian berada. Buanglah sampah pada tempatnya. Hargailah alam sebagai warisan dan bukti rasa kasih sayang Allah terhadap mahluk-mahluknya.

Selamat berkunjung... 



Jangan lupa mampir... 

Asal Muasal nama Desa Telukawur



Zaman dahulu di suatu desa ada sepasang suami istri yang hidup bahagia mereka saling mencintai satu dengan yang lainnya. Sang suami bernama Syeikh abdul aziz dan istri Den Ayu Roro Kuning, istrinya adalah murid dari Sunan Muria, yang mempunyai paras cantik sempurna bagai bidadari dari khayangan. Sementara itu suaminya adalah pria dari negeri timur yang ditugaskan oleh ayahnya untuk menyebarkan agama Islam di Jawa.

Selain bersyiar agama Syeikh Abdul Aziz dalam kesehariannya bekerja di ladang. Setiap kali ke ladang belum usai pekerjaannya dia selalu pulang, ini dilakukan sekedar untuk melihat istrinya yang cantik dan yang teramat sangat dia cintai, seakan dia tak mau sedetikpun terlewatkan untuk tidak melihat paras sang istri tercinta. Hal ini berulang-ulang dilakukan Syeikh Abdul Aziz, sehingga timbul ide dari istrinya, kalau hal tersebut dibiarkan terus maka pekerjaan di ladang akan terbengkalai. Akhirnya disuruhlah sang suami menggambar paras cantiknya untuk dibawa setiap kali ke ladang. Karena cintanya sang suamipun menyetujui ide dari sang istri. Setelah lukisan jadi, Syeikh Abdul Aziz selalu membawanya, sehingga tidak perlu pulang sebelum semua pekerjaannya selesai. Suatu pagi yang cerah Syeikh Abdul Aziz melakukan kegiatan seperti biasa yaitu pergi ke ladang dan tak lupa dia membawa lukisan sang istri tercinta. Sesampainya di ladang diletakkanlah lukisan sang istri di atas keranjang yang biasa Syeikh Abdul Aziz bawa. Tanpa firasat apapun tiba-tiba angin datang dengan teramat kencangnya, sehingga mengakibatkan lukisan sang istri Syeikh Abdul Aziz terbang jauh yang akhirnya jatuh di depan halaman kerajaan yang rajanya bernama Joko Wongso.

Lukisan itupun sampai ke tangan sang raja. Betapa kagetnya sang raja setelah melihat lukisan tersebut begitu cantik dan mempesonanya wanita yang ada dalam lukisan ini. Kemudian tanpa pikir panjang raja Joko Wongso memerintahkan prajuritnya prajuritnya untuk mencari wanita yang ada dalam lukisan. Setelah dicari akhirnya ketemu dan dibawalah istri Syeikh Abdul Aziz ini ke kerajaannya Joko Wongso. Sesampainya di kerajaan tersebut Den Ayu Roro Kuning selalu sedih, murung,dan gelisah memikirkan suaminya yang pasti akan mencari dirinya. Benar saja saat ingin membawa lukisan istrinya, Syeikh Abdul Aziz mencari-cari lukisan tersebut, karena tidak ketemu suami Den Ayu Roro Kuning ini memutuskan untuk pulang ke rumah dan betapa terkejutnya dia mendapati istrinya tidak ada di rumah. Suatu ketika dia mendengar kabar kalau istrinya dibawa oleh Raja Joko Wongso untuk dijadikan sebagai permaisurinya. Mendengar ini Syeikh Abdul Aziz kemudian pergi ke kerajaan Joko Wongso dengan cara mengamen/bermain kentrung. Sesampainya di halaman kerajaan, suami Den Ayu Roro Kuning ini menyanyi sambil memainkan kentrungnya. Dari dalam kabupaten sayup-sayup suara lagu dan musik inipun terdengar sampai ke telinga Den Ayu Roro Kuning. Setelah jelas terdengar dia tak ragu lagi bahwa itu adalah suara dari suaminya tercinta. Maka dia menyuruh abdinya untuk memanggil pengamen tersebut yaitu Syeikh Abdul Aziz tercinta.

Pertemuan ini pun menggembirakan bagi keduanya, sehingga mereka sepakat menyusun rencana, bagaimana cara agar Den Ayu Roro Kuning tidak bisa dijadikan istri Joko Wongso. Rencana dirancang yakni, Den Ayu Roro Kuning mengajukan syarat pada sang Raja. Den Ayu Roro Kuning menghadap sang raja, istri Syeikh Abdil Aziz ini berkata “Baginda hamba siap dijadikan permaisuri tapi dengan syarat, carikan kerang (kijing) yang menari dan raja harus berpakaian ala nelayan lengkap dengan kepisnya”. Karena hasrat untuk memperistri Den Ayu Roro Kuning yang sangat kuat maka Joko Wongso setuju tanpa rasa curiga sedikitpun atas syarat yang diajukan oleh istri Syeikh Abdul aziz ini. Berangkatlah sang Raja ke laut dengan harapan dapat memiliki Den Ayu Roro Kuning dengan meninggalkan pakaian kerajaannya.

Sementara itu dalam kerajaannya, pasangan suami istri ini melaksanakan strategi yang sudah diatur. Syeikh Abdul Aziz berganti pakaian memakai baju kerajaan raja Joko Wongso dan berpura-pura jadi raja Joko Wongso. Kemudian dia memerintahkan pada prajurit dan rakyat kerajaan Joko Wongso untuk menyisir pantai karena ada mata-mata yang akan menghancurkan kerajaan. Mata-mata tersebut berpakaian nelayan lengkap dengan kepis nya. Dalam perintahnya itu ada sebagian rakyatnya yang ragu (tidak percaya) tapi karena yang memerintahkan raja maka mereka berangkat untuk mencari mata-mata yang sebenarnya adalah rajanya sendiri.

Pencarian membuahkan hasil, tanpa ditanya dulu prajurit dan rakyat ini mengeroyok sang nelayan. Dalam keadaan ini nelayan bilang Teluk,Teluk, (Takluk) tapi prajurit dan rakyat tidak mau tahu, sehingga membuat sang nelayan mati, sebelumnya ajalnya tiba sang nelayan sempat bicara ”AKU RAJAMU, AKU SUDAH BILANG TELUK, TELUK TAPI KALIAN TETAP NGAWUR”. Ucapan inilah yang sekarang dijadikan nama tempat dimana Raja Joko Wongso dulunya didholimi dan di aniaya yaitu ”TELUKAWUR” Jasad JOKO WONGSO dimakamkan berdekatan dengan makam dan DEN AYU RORO KUNING. Makam tersebut ada di desa Telukawur, sedangkan Syeikh Abdul Azis dimakamkan di Desa Jondang yang kemudian Syeikh Abdul Azis dikenal dengan sebutan nama “SYEIKH JONDANG”.

Minggu, 28 Juni 2015

Naik Ungaran ^_^

Alam seakan menegaskan, sebanyak apapun yang kau ambil dari kami pada akhirnya itu semua pun akan kembali kepada kami.
Pelajaran ini aku ambil ketika kami serombongan berjumlah 16 orang melakukan perjalanan pendakian ke atas puncak gunung ungaran Jawa tengah. Ini merupakan pendakian pertama saya loh gaess...
Berbekal pengetahuan ala kadarnya, saya waktu itu memutuskan tinggal ikut ajah, nanti biar manut sama yang di depan. Tapi ternyata semua diluar perkiraan saya. saya tidak punya gambaran sebelumnya tentang jarak dan medan tempuh.
Meskipun dengan kewalahan akhirnya saya bisa sampai dipuncak. Hehe
Kalau buat saya yang sulit ditahlukkan itu bukan lelah karena berjalan dan mendakinya, tapi lebih kepada hawa dinginnya. Super duper duper dingin untuk anak kelas rumahan macam saya. tapi ya alhamdulillah nggak sampai hipotermia kok.
Kalau ditanya, kapok ngga ?
dengan tegas saya jawab TIDAAAK !

justru bikin saya ketagihan nih.. lain waktu kalau ada kesempatan saya mau ikut lagi, bahkan ke gunung-gunung lain yang mungkin akan lebih menantang dari yang ini.

Beberapa poto narsis ane nih.. ahihihi :p

Saya, yang biru kanan bawah :v














Kalau senyum kayak gini artiya lagi seneng :D























Narsis lagi.. mumpung lagi keliatan gunungnya :D





















Duh aduh.. kok saya lagi. mana poto pemandangannya ? -_-
sabar ya.. masih edisi narsis :p


















yaah.. maaf.. kali ini poto narsis lagi.
tapi rame-rame sama rombongan :D


















Naaah... kalau masih penasaran pengen tahu pemandangannya kayak gimana, naik sendiri aja ya..
Dijamin nggak biki nyesel kok J

Text Widget

Followers

Followers

Pages

Pages

Pages - Menu

Pages - Menu